Sunday, April 2, 2017

Poem - Aku Pada Alam

Aku Pada Alam
Oleh: Desy Rachma

Pada fajar kusuguhkan tanya,
Tak apakah jika aku tak miliki juang sepahit para pendahulu?
Pada embun lagi kuibakan kata,
Bolehkah jika sejarah langkahku masih manis saja tanpa dera pilu?
Pada bumi kupijakkan bahasa,
Akankah ada sayatan sendu menyapa menghujani raga dan kalbu?
Pada atap langit kuhaturkan sajak tatapan mata,
Mungkinkah karena masih semiang abdiku, dan nian berhamparan hujam dalihku?
Pada barisan alam dalam jangkauan indera,
Maukah kau menghukumku jika aku masih saja insan yang sama tanpa renung sipu?

Brebes, 2 April 2017

Poem - Potret Rel Kereta

Potret Rel Kereta
Oleh: Desy Rachma

Besi berkelok lajur kereta
Tak biasa untuk mata dan hati yang tak biasa pula
Itulah getar hati dan bola mata berkaca atas sahdanya
Istimewa tiang pemberi udara pendampingnya
Sempurna untuk masa terang semampai petang
Menyambut jingga ufuk timur yang siap goreskan guratan warna langit fajar
Mencipta pilu bayang siluet atas apa yang dicumbunya
Menggaris cahaya lurus memenjara lorong alam fana

Cirebon, 1 April 2017

Thursday, January 26, 2017

Poem - Sang Pemimpi

Oleh: Desy Rachma

Wahai sang pemimpi...
Kemana kaki akan melangkah
Lurus saja, atau akan berbelok
Sedikit saja, atau jauh berpijak
Sang pemimpi...
Sukma akan terus bertemu sahda pagi
Pertandalah harus berbakti
Apakah masih begini
Ataukah sudah menjadi
Saat asa melemah
Masih adakah setitik hasrat untuk mencoba kembali merekah
Berdiri di atas ranah ini
Dan merangkai lagi mimpi-mimpi
Bersabung mendedah setiap tabir
Dalam setiap singkur semerbak kefanaan
Wahai sang pemimpi...
Semaraikan hati nan semiang gersang
Dayulah hingga Sali datang
Jangan berikan senandung sendu dalam lengang
Mencoba lepas bebas dalam kekang
Hempaskan semua keraguan yang bersarang


13 Agustus 2013

Poem - Sahabat Kala Itu

Oleh: Desy Rachma

Dulu menyeruak...
Kini hening yang tersimak
Berdiri di bawah atap nan kebas
Menyaksikan hujan yang tak kunjung habis
Terus berinai hingga debu tertepis
Alunan kaki melangkah
Beriring air dari langit megah
Mengingatkan sebuah kisah
Yang dulu mengukir tawa dan bertutur searah
Kini musnah...
Tinggalah bibir mengunci pilu
Bersapa itu kaku
Langit semakin pucat pasi
Merata putih
Tatapan datar pada paras tak asing
Tetap saja berdalih tak berbahasa
Memalingkan wajah seolah tak punya rasa
Sekian tanya yang tak bisa tersirat
Hanya dalam benak sembunyi rapat
Egolah melesat
Semua itu kalut terasakan
Tapi sungguh...
Ingin kembali bergandengan tangan


13 Agustus 2013

Poem - Senja Itu

Senja Itu
Oleh: Desy Rachma

Senja tak melulu tentang cahayanya
Tapi tentang hangatnya, dengan langit musim panas
Dan dinginnya, dengan langit musim dingin
Juga tentang aroma debu yang mulai hilang dari jangkauan indera
Dan gelap tak terhentikan tertangkap oleh lain indera
Untukku…
Ia begitu sahda, jua memilukan
Saat dalam dekapnya, seolah ada rindu entah pada apa dan pada siapa
Juga ada rasa yang entah apa namanya
Juga sepi yang terbata
Sampai ke hati dengan jalannya


Cirebon, 16 Januari 2017

Poem - Selami Saja Dulu

Selami Saja Dulu
Oleh: Desy Rachma

Kala kita mengalami sebuah pertemuan, pasti juga akan mengalami perpisahan
Hal itu seolah sudah menjadi hukum alam
Saat masa perpisahan itu datang, mungkin itu akan berlaku untuk selamanya, atau mungkin akan ada pertemuan lagi

Kecanggungan sempat menjadi dinding di awal pertemanan kita
Namun seiring berdentingnya waktu, dinding itupun mulai runtuh, hingga benar – benar roboh
Jadilah semua sisi kita terlihat, bahkan hingga ke dalam diri kita

Saat bersama, kita mengalami banyak hal
Untaian kisah yang telah menjadi bagian perjalanan hidup kita
Kisah yang akan menjadi sangat indah hingga nanti
Kisah yang akan kita rindukan saat ruang dan waktu tak bisa lagi membuat kita berada dalam tatapan yang sama
Meski kita memandang langit yang sama, juga menapak di bumi yang sama, tetap saja pada saat itu kita sudah menjadi masing – masing diri yang menjalani kehidupan ynag lebih luar biasa

Detik yang sudah kita habiskan bersama,
Saat di dalam hujan, di bawah sang surya, maupun di bawah pualam berbintang,
Telah memaksa kita untuk memasuki setiap jiwa kita
Menghadirkan rasa saling mengerti, memahami, dan juga peduli di antara kita
Hingga kita menyelami dunia bersama, dengan nyaman tanpa sebuah paksaan

Canda tawa telah mengukir setiap kisah kita
Juga tangis, kecemasan, ketidaksabaran, dan kemarahan yang pernah kita alami,
Telah membuat diri kita melihat dunia yang beraneka ragam
Menjadi untaian pembelajaran untuk menjadi lebih baik

Ketika kata perpisahan itu mulai menghampiri kita,
Akankah kita bisa saling menangkap tubuh kita dalam dekapan yang erat?
Dan jika kita diberi kesempatan untuk mengalami pertemuan kembali,
Akankah kita merasa cemas tentang apa yang harus kita lakukan saat kita bersua?
Dan akankah kecanggungan itu hadir lagi?
Atau kita akan tetap bersikap sama dalam hubungan yang begitu hangat?
Entahlah…
Kita selami saja dulu dunia yang sedang kita tapaki saat ini,
tanpa meninggalkan dunia yang sudah terlewati,
Dan berharap yang terbaik untuk dunia yang masih dinanti.

Cirebon, 02 November 2016

Poem - Jalanmu

Jalanmu
Oleh: Desy Rachma

Kau raba aksara saat masih terbata
Berpeluh dalam mengeja
Ada saat kau tersandung
Matamu pun mendung

Gelap terang terus bergulir
Pada dirimu tak henti mencibir
Iya kau gentar
Tertunduk pada tanah datar
Namun kau takkan seperti ini jika tak berani menatap langit kembali
Meronakan lagi paras nan pasi
Kembali berpijak pada langkah lamamu,
juga langkah baru
Mencumbu persimpangan yang tak terhitung berapa kali telah mengacaumu
Kau temui lagi air mata
Lagi, kau takkan di sini jika kau terhenti di setiap persimpangan yang mengoyak dada

Kau, sadari atau tidak,
Detak jantung dan nadimu telah bernada, berwarna,
dalam irama embusan angin tuk sukma dan raga
Menyelami setiap cerita dalam risau terang, juga dalam hening malam
Tuk tawa dan sedu sedan

Sampailah hatimu yang ronta menjadi baja
Tak tersungkur akan kesakitan yang mendera
Tak risau lagi untuk mimpi yang bergelora


Cirebon, 17 Januari 2017

Poem - Kalut Lamunan

Oleh: Desy Rachma

Lama tak tatap mata
Tak jua tangan terulur mendekat
Kini terasa jauh
Semakin jauh
Tak ada semiang sapa
Sengaja dilupa
Mungkin saja
Atau kian tak punya waktu
Tapi tak mungkin
Segala pikir ini semarai terberai
Bagaimana memungut dan merajutnya kembali
Sedang hati tak yakin
Entah ini hanya menyana
Atau sebuah kelah semata
Di saat hati sedang kelik dan kelana
Tapi kini harmonika rindu nian semampai
Dan lidah kian kelu mengelabui
Bagaimana merenda kembali kalut lamunan ini
Seperti padma yang tenang
Tak bisa melaung dalih jika ternyata semua pikir itu salah
Entahlah..
Mengisar goresan kenang mungkin lebih baik
Daripada harus menyana dan berkelah


Agustus 2013